MERAIH CINTA DALAM KESEDIHAN Bag.2 (cerpan)
Ku menyiapkan perlengkapan
sekolahku pagi itu. Segera ku menuju kamar mandi untuk membersihkan tubuh.
Dengan mengenakan pakaian putih abu-abu aku segera turun dan menuju meja makan
untuk ikut sarapan bersama keluargaku. Ayah, Ibu, dan Kakakku.
Aku duduk di samping kakakku dan di depan ibuku.
“Melly, Mama juga sedih
mendengar kabar kalo Putri udah enggak ada,” ucap mama.
“yang sabar yah de, kamu
harus kuat. Kita semua sayang sama kamu,” ucap kakak menghibur.
“iya makasih kak Rika,”
jawabku.
“ayah juga enggak mau kamu
sedih terus. Kamu harus buktikan ke Putri kalau kamu sayang sama dia dan
merelakan Putri untuk pergi,” ujar ayah.
Aku hanya tersenyum lesu. Setelah makan aku diantar ayah
menuju sekolahku. Sekolah dimana aku dan Putri bertemu. Kini aku kelas dua di
SMA 19, kelasku berada di lantai dua. Lantai tiga adalah kelas satu dan lantai
dasar adalah untuk kelas tiga. Sekolahku ini dapat dikatakan sekolah yang
favorit, selain itu juga sekolahku memiliki lahan yang luas.
Ku tuju kelasku itu, ku lewati beberapa koridor dan anak
tangga. Dengan lemas akhirnya aku sampai pada kelasku. Aku duduk dan aku
melihat bangku yang ada sebelahku kosong. Seharusnya bangku ini diduduki oleh
Putri.
Aku tak mau berlama-lama di kelas ini, ku lihat jam pada
tanganku menunjukkan waktu 06.28 WIB. Masih ada banyak waktu yang dapat ku
gunakan untuk keluar dari kelas mencari udara segar. Saat ku keluar kelas,
secara tidak sengaja aku ditabrak oleh seorang anak laki-laki yang nampaknya
adik kelasku, kelas satu. Karena aku baru pertama kali melihatnya.
Ia rupanya pintar, ia menahanku agar tidak terjatuh. Di
situ mata kami berdua bertemu. Aku menatap setiap sudut wajahnya. Tak sebentar
kami bertatapan.
“eh,
maaf kak aku tadi enggak liat,”
“i..iya enggak apa-apa kok.”
“aku ke atas dulu yah kak,”
lalu ia tersenyum padaku,
Ada apa denganku ? Mengapa jantungku berdebar-debar ?
Apakah yang dikatakan Putri pada impiku semalam adalah benar ?
Aku lalu masuk ke kelas dan duduk dengan ternganga. Aku
masih tidak percaya dengan apa yang baru saja terjadi. Bodohnya lagi aku tidak
sempat melihat namanya. Tapi aku yakin ia adalah anak kelas satu karena ia
memanggilku dengan sebutan “kak”.
Bel berdering dengan keras. Para guru pun mulai
mendatangi kelas yang mau mereka ajar. Aku baru ingat bahwa hari ini ada
ulangan Fisika. Aku langsung gugup dan resah. Tadi malam aku tak sempat
belajar. Bahkan membuka selembar halaman pun tidak.
“baik anak-anak isi
jawabannya pada lembar jawab. Tidak boleh ada yang menyontek.” tegas bu Indah.
Ku lihat soal pertama, kedua, ketiga dan seterusnya.
Sungguh sulit sekali, ini juga karena aku tak sempat membuka buku semalam. Aku
mencoba menenangkan diri dengan memejamkan mata lalu menarik nafas dan mulai
mengerjakannya.
Sungguh aneh ! Aku tak menyangka jika ulanganku mendapat
nilai yang cukup bagus : 8.65. Benar-benar tak ku sangka. Istirahat pertama pun
dimulai, aku masih merasa bahwa Putri ada di sampingku. Dan aku
mencari-carinya, aku baru ingat bahwa Putri sudah tiada lagi. Aku lalu duduk di
kursi yang ada di depan kelasku. Aku menangis disana.
“kak, kenapa kak ?” tanya
seseorang yang melihatku menunduk lesu.
Aku sepertinya mengenali suara ini. Ku toleh dan
mendapati anak yang tadi menabrakku dengan tidak sengaja. Jantungku kembali
berdegug dengan kencang. Aku terasa gugup didekatnya.
“kak, aku boleh duduk di
sini ?”
Aku mengangguk dan ia duduk di sebelahku. Ia memberiku
sebuah sapu tangan berwarna hijau. Aku tercengang. Sapu tangan ini mirip sekali
dengan sapu tangan pemberian Putri untukku.
Dia masih menyodorkan sapu tangannya itu untukku. Tapi
aku mengacuhkannya dan terus menitikkan air mata. Karena tidak tega ia
menghapuskan air mata yang mengalir di pipiku. Dan kini mata kami kembali
bertemu. Secara tiba-tiba angin berhembus dan menerpa pada kami berdua.
“maaf kak,” ia berhenti
menghapus air mataku.
“iya dek,”
“kakak kenapa nangis ?”
“enggak papa kok,” jawabku
bohong.
“ya udah, enggak papa kalo
kakak enggak mau cerita dulu sama aku,” jawabnya sedikit kecewa.
“kak, kenalin aku Sendy,” ia
mengulurkan tangannya.
“aku Melly,” ku balas uluran
tangannya.
Sungguh hangat dan halus telapak tangannya. Sekarang aku
benar-benar berada pada titik dimana aku sudah tidak tahan pada ini. Pada
kejadian ini. Jantungku berdegug kencang. Aku sangat senang entah mengapa,
padahal aku baru saja kenal dengannya.
Aku membuat alasan jika aku ingin ke kamar mandi. Itu
untuk menyembunyikan perasaanku saat ini, yang juga tak aku mengerti.
“dek, aku ke kamar mandi
dulu mau cuci muka,” ucapku dengan sedikit gugup.
“aku juga mau ke kelas dulu yah
kak ?”
Aku mengangguk dan kami pun pergi. Sesuai dengan ucapanku
tadi aku segera menuju kamar mandi dan mencuci mukaku. Di sana aku
tersenyum-senyum sendiri bagaikan orang yang sakit jiwa. Memang aneh, tadi aku
bersedih sekarang justru senyum-senyum sendiri di dalam kamar mandi.
Ku buka handphone ku lalu ku tatap wallpaper di dalamnya.
“Putri, sepertinya kamu
benar pada mimpiku semalam. Aku sepertinya jatuh cinta sekarang.” ucapku lirih.
Aku mengerti sekarang, jadi memang benar ucapanmu -Putri-
pada mimpiku semalam. Mungkin cinta itu yang akan menguatkanku atas
kehilangannya dirimu.
Ku putuskan untuk kembali menuju kelas. Di kelas aku
membuka jejaring sosialku yaitu Facebook. rasanya aku ingin menulis sebuah
status yang berbunyi : “Cinta Pada Pandangan Pertama” Ku klik bagikan. Akhirnya
statusku itu terkirim.
Seseorang dengan nama depannya Sendy mengomentari
statusku itu : “wah, aku juga kak :D”
‘Deg’
Jantungku serasa berhenti melihat komenannya itu. Aku
sangat yakin jika yang mengomentari statusku adalah Sendy yang baru ku temui
tadi. Ku putuskan untuk log out dan membuka buku pelajaranku untuk melupakan
komenannya tadi. Perasaan sedihku serasa sudah hilang, tapi rasa sayangku pada
Putri tak kan pernah hilang. Walaupun begitu, namun jika aku mengingat tentang
Putri aku masih bisa menangis.
Sekolah serasa sangat singkat jika dijalani. Waktu pulang
pun tiba. Seluruh siswa pergi berhamburan ke luar kelas untuk pulang ke rumah.
Lain halnya denganku, aku harus menunggu jemputan ku di tempat duduk dekat pos
satpam. Aku sedikit malu, maka dari itu aku selalu membuka buku dan membacanya
hingga jemputanku datang.
“kak, belum bulang ?”
“eh, Sendy. Belum nih,”
jawabku.
“aku juga mau ke makam
dulu,” lanjutku.
“makam ? mau ngapain kak ?”
“sahabatku, baru aja meninggal.
itu yang sejak tadi membuatku sedih,”
Melihat ku yang hampir mengeluarkan air mata, Sendy
menepikan sepedanya dan menghampiriku.
“maafin aku ya kak ?
gara-gara aku kakak sedih lagi,”
“eng..enggak,,”
Sendy pun duduk disebelahku. Perasaan nyaman tumbuh dalam
jiwaku. Entah mengapa berada didekatnya aku merasa sangat nyaman. Inikah yang
namanya cinta ?
“kak ?” panggil Sendy.
“iya ?”
“gimana kalau aku nganterin
kakak ke makam ?”
Sontak aku terkejut dengan ajakannya. Di sisi lain aku
pun senang. Tanpa banyak cincong lagi aku segera mengangguk dan mengabari ke
ayahku untuk tidak usah menjemputku.
“kak, duduknya di depan yah
?”
Maklum, ini adalah sepeda khusus untuk anak putra. Jadi
tidak ada boncengannya. Aku lalu duduk dibagian depan. Memang agak sedikit
sakit duduk di bagian ini. Tapi, aku masih bisa menahannya karena jarak antara
makam dengan sekolah tak begitu jauh.
Sendy mulai mengayuh sepedanya. Ia begitu sangat
berhati-hati. Padahal aku dengannya baru saja saling kenal, tapi rasanya kami
sudah lama kenal.
“Dek, nama lengkapmu itu
siapa ?” tanyaku secara tiba-tiba.
“Sendy Arya Gianosta”
“hah, berarti bener donk
yang tadi komen itu Sendy ini,” batinku.
“kenapa kak ?”
“gak papa kok, bentar lagi
sampai, masih kuat enggak ?”
“kuat donk,,,”
Tak lama kemudian akhirnya kami berdua sampai di makam.
Segera ku hampiri makam Putri. Aku layaknya berbicara dengan tanah, ku
ceritakan pada Putri tentang Sendy. Sendy menungguku di luar makam. Aku juga
bercerita bahwa mungkin mimpi itu benar. Sebuah cinta datang dan menghilangkan
rasa sedihku.
Aku tak tega pada Sendy yang masih menunggu. Aku tak akan
membuatnya lama menunggu. Aku kembali dan Sendy mengantarkanku pulang. Setelah
sampai depan rumah, aku menawarinya untuk masuk tapi dia menolak. Akhirnya dia
pulang, sebelum pulang ia bilang : “kak, aku pulang dulu yah ? kakak jangan
sedih lagi. Dah,”
Ku tatap, kepergian Sendy dengan sepedanya, semakin lama
mereka semakin tak terlihat. Entah apa yang ku harapkan dari aku menatapnya
pergi. Lalu aku masuk dan di sana ada ayahku yang ternyata melihat
kepulanganku.
“itu siapa tadi ?” tanya
ayahku dengan lembut.
“adik kelas yah,”
“kirain pacar,” goda ayah.
“ih ? ya enggak lah yah.
Melly aja baru kenal tadi..”
Sungguh aku malu pada ayah yang menggodaku. Ku berlari
menuju kamarku dan mengambil foto sahabatku itu dan langsung ku baringkan
tubuhku di kasur yang empuk.
“Putri, kayaknya aku jatuh
cinta sama Sendy.”
“Dia itu baik, tadi pas
pertama ketemu dia nabrak aku.”
“pokoknya
aku senenglah,”
Ternyata aku lupa untuk menutup pintu kamarku karena
terburu-buru saking senangnya. Sehingga kakakku melihat aku yang sedang
senyum-senyum sembari memandang sebuah foto.
“cie….” Goda kakakku.
“apaan sih kak ?”
“jatuh cinta….” Goda kakakku
lagi.
“ih…. Pergi lah !” ku
lemparkan sebuah bantal ke arahnya.
Akhirnya ia pergi dan langsung ku tutup pintu kamarku.
Rasanya aku ingin membuka facebookku lagi. Saat ku buka aku mendapati sebuah
inbox dari Sendy.
“Kak, maaf tadi aku udah ngebuat kakak sedih lagi.”
Ku jawab
“enggak kok, aku juga makasih tadi udah dianterin J”
Dan iya membalas
“sama sama kak,”
Dan seterusnya percakapan yang terjadi pada pesan
facebook. Aku tertegun melihat banyak foto yang menempel pada dinding kamarku.
Rasanya aku ingin menangis kembali mengingat tiap moment yang tergambar pada
foto-foto itu. Mengapa di saat aku ingin menceritakan kebahagiaanku pada Putri
kini dirinya sudah tiada ?
Dan lagi-lagi air kembali menetas dari pelupuk mataku.
Air itu sudah tak dapat tertahankan lagi. Dua hari berturut-turut aku
mengeluarkan air mata. Dapatkan kamu bayangkan bagaimana bentuk mataku sekarang
? Iya, benar. Mataku memang agak sedikit bengkak. Tapi, untungnya di sekolah
tadi mataku sudah sedikit pulih.
Tak terasa langit semakin gelap, padahal sepertinya baru
tadi sebuah sanset menerobos celah jendelaku. Kini tiba-tiba saja bintang sudah
mulai berdatangan. Tak lupa juga bulan pun ikut mendampingi. Memang sungguh
indah memandang langit malam ini.
Dari dalam kamar aku memandangi langit hitam yang dihiasi
oleh para bintang dan juga bulan lewat jendelaku. Aku pun sepertinya melamun.
Melamun sembari memandang angkasa. Dan aku mulai berkhayal.
Dalam khayalku aku bertemu dengan Putri, selain itu aku
juga menceritakan hal-hal indah ku tadi. Tapi, tiba-tiba saja Putri meminta
izin untuk pergi. Setelah itu, yang ku anehkan lagi adalah sosok Sendy muncul
dalam khayalku. Aku langsung tersadar dan melihat ada sebuah bintang jatuh.
Aku pun teringat akan sebuah mitos tentang bintang jatuh.
Yaitu, jika kita melihat bintang jatuh lalu kita memejamkan mata dan memohon
sesuatu. Maka, permohonan kita tadi itu akan terkabul.
Tanpa banyak cincong lagi, segera ku pejamkan mata yang
sedikit sembab ini dan memohon sesuatu.
“Semoga
permohonanku terkabul”
Setelah itu, aku langsung tertidur dengan nyenyak.
Melepas segala kegundahanku. Merebahkan tubuh untuk mendapatkan istirahat dari
rasa lelah yang selama ini ku pendam tapi tak kunjung hilang. Selalu datang di
tiap hariku. Seolah lelah dengan senang itu lebih banyak lelah. Entah mengapa, terkadang diri ini
pun kesal dengan kelelahannya
sendiri. Dan aku pun kesal dengan senang,
mengapa senang jarang sekali singgah
di hidupku. Kali ini malah sedih yang
bertamu dalam jiwaku. Memang sebal rasanya. Tapi aku tahu, tuhan punya rencana
lain. Sebuh rencana yang akan merubah hidupku. Aku sangat yakin, sangat-sangat
yakin.
Fajar pun datang, cahayanya menembus pada langit hitam.
Sukmanya sangat indah. Mungkin Ia malu, sehingga ia bersembunyi terlalu lama.
Tapi, aku tahu. Lama kelamaan ia juga pasti akan bangun dan akan menjadi dewi
surya yang sangat indah. Memberikan terang kepada setiap insan di bumi. Ia akan
menjadi yang paling tinggi di angkasa. Dan ia akan terlihat oleh semua orang.
Sebelum cahaya dari fajar itu menembus kamarku aku sudah
bangkit terlebih dahulu. Aku pun tak mau kalah dengannya.
Tepat jam enam pagi aku sudah siap berangkat sekolah.
Ayahku belum siap untuk mengantarkanku. Memang terlalu pagi untuknya pergi ke
perusahaan. Jadi, kuputuskan untuk pergi ke sekolah menggunakan taksi.
Ku tunggu kendaraan itu dengan sabar di depan rumah.
Memang sedikit pagi juga untuk sebuah taksi beroperasi. Memang sangat
membosankan menunggu. Ku coba memberikan hiburan untuk diriku sendiri dengan
bermain game yang ada di dalam handphone ku.
Saat aku sedang asik dengan gameku, tiba-tiba seseorang
memanggilku dengan lembut. Dan sepertinya aku mengenali suara ini. Ya ! ini
seperti suara adik kelasku itu. Adik kelas yang baru ku kenal kemarin. Tapi,
dengan cepat perasaan suka itu tumbuh dalam hatiku. Sendy.
“lagi ngapain kak ?”
tanyanya sembari berhenti dengan sepedanya.
“nungguin taksi,”
“emang kenapa enggak diantar
?”
“ayahku belum bisa,”
“oo.. emm.. kak ?”
“iya ?”
“ma..mau ber..berangkat
sa..sama aku ?” tanyanya dengan malu-malu.
Aku berpikir sejenak. Jika aku terima, aku pasti akan
merasa sungkan dan takut merepotinya. Tapi di sisi lain aku sangat senang ia
menawariku sebuah tumpangan. Jika tak ku terima, pasti ia sangat merasa kecewa
dan malu karena sudah mengajakku dan akhirnya ku tolak. Aku kira ia tak kan
keberatan jika aku jawab ‘iya’.
“kak
? mau enggak enggak ngerepotin kok,”
“ya udah deh, maaf ya de ?”
“maaf kenapa ?”
“aku ngerepotin kamu,”
“enggak kok kak,”
Ku duduk di tempat seperti kemarin. Kedua tangannya
memegangi setang dan seperti melindungiku agar tidak jatuh. Karena ini masih
pagi, jadi tentunya jalan raya masih sepi. Dan kami melewati jalan raya untuk
menuju ke sekolah.
Sungguh indah, sangat indah. Kota ini di pagi hari.
Jalanan masih sepi, tak ada kemacetan, tak ada polusi yang memekik, tak ada
asap yang mengepul-mengepul, dan pagi ini juga sunguh indah karena di sisiku
ada dirimu. Sendy. ΓΏ
Komentar
Posting Komentar