MERAIH CINTA DALAM KESEDIHAN Bag.1 (cerpan)
Suara rintikan air menggema menghampiri bumi. Mereka
belari-berlari di atas atap rumah. Mereka juga membasahi semua yang
menyentuhnya. Namun, tetap saja mereka sangat diharapkan jika sedang musim
kemarau. Tapi, tidak untuk hari ini ! Hari ini begitu berat untukku. Aku tak
tahu mengapa rintikkan air yang deras ini turun dari langit. Turun saat aku
lemah. Turun saat aku bersedih. Turun saat aku kehilangan satu-satunya
sahabatku.
Aku berharap
sore ini akan ada rangkaian warna-warni indah di angkasa. Rangkaian warna yang
berasal dari pembiasan cahaya oleh air hujan itu. Pelangi. Ya, pelangilah
namanya. Aku sangat mengharapkan pelangi muncul setelah hujan yang membasahi
tubuhku dan gundukan tanah ini berhenti.
Aku yang
terkena air ini secara langsung saja sudah kedinginan, apalagi kau yang ada di
dalam tanah ini. Kau pasti sangat kedinginan. Oh sahabatku, aku sangat
menyayangimu. Sebenarnya aku tidak rela jika engkau harus pergi dengan begitu
cepatnya. Bukankah kita baru menjadi sahabat sejak satu tahun silam ? Apa kau
masih ingat saat kita mengikuti Masa Orientasi Siswa bersama saat pertama masuk
di kelas sepuluh ? Rasanya baru kemarin aku mengenalimu, aku masih belum rela.
Benar-benar belum rela.
Namun, nasi
telah menjadi bubur. Kini kau telah terlanjur pergi. Apakah kau bosan
bersahabatan denganku sehingga kau pergi ? Sepertinya bukan karena itu. Pasti
karena penyakitmu yang sialan itu kan ? Pasti itu. Karena Ataxiamu yang
menyebabkan ini semua, aku sangat yakin. Sudahlah, aku tak ingin mengingatnya
lagi. Sungguh pahit saat kau bercerita bahwa usiamu hanya tinggal menghitung
hari saja. Kau tau ? itu sangat menyakitkan. Dan yang lebih menyakitkannya lagi
adalah engkau menyembunyikan semua itu dari ku.
Mataku terus
memandang gundukan tanah ini dan terus membaca tulisan yang tertera pada batu
nisan. Air mata yang jatuh dari pelupuk mata pun membaur dengan air hujan.
Mulutku tak bisa bersuara, padahal aku sangat ingin meneriakkan namamu. Rasa
dinginnya hujan menusuk hingga hatiku yang saat ini hancur.
“Putri…….” ucapku lirih.
“Kamu cepet banget pergi”
“Aku kan masih mau sahabatan sama kamu. Aku pengen kamu dengerin
cerita-ceritaku, apa kamu masih mau ?”
“Meski kamu udah meninggal tapi jiwamu masih ada di hatiku. Aku
akan nganggep kamu sahabatku selalu. Kita enggak akan pernah berpisah. Aku,
kamu Best Friend Forever,” ucapku dengan terus mengeluarkan air mata.
Memang berat
ditinggalkan oleh sahabat sendiri. Ia adalah salah satu orang yang berharga
dalam hidupku. Bagaimana tidak ? Hanya ia yang mau mendengarkan ceritaku. Jika
aku sedih, ia selalu menghiburku. Jika aku senang, ia juga turut berbahagia.
Tapi, semua itu mugkin tidak akan pernah terulang lagi.
“Put, aku pulang dulu yah ? Udah mau maghrib nih. Aku janji deh,
besok aku bakal balik lagi buat liat kamu, dah.. tenang di sana yah ?”
Langkah ini
begitu berat. Tubuh juga terasa sangat rapuh. Aku merasa lumpuh oleh semua ini.
Tuhan, kuatkan aku. Akhirnya dengan bersusah payah aku dapat melangkah pulang.
Dengan perasaan sedih aku meninggalkan tempat ini.
‘Putri, just you are my best friend. To now and for ever.’
Sampai di rumah
aku segera memasuki ruangan pribadiku, yaitu kamarku sendiri. Saat aku masuk,
air mata mencoba mengalir kembali yang sebelumnya sempat berhenti. Aku melihat
banyak sekali gambar potret diriku dengan putri. Sungguh indah pose-pose yang kami
buat. Aku sangat rindu sekali. Ku tatap satu-persatu bingkai-bingkai ini. Ada
banyak sekali moment-moment yang kami lalui bersama.
Ku ambil salah
satu bingkai yang terletak di atas meja belajarku. Menurutku inilah potret yang
paling bagus. Saat aku dan Putri sedang liburan di Ancol. Kami berfoto di balik sanset matahari
yang sedang terbenam. Tak terasa kaca bingkai ini tertetes oleh air mataku. Aku
tak kuasa menahan sedih.
Ku tatap sebuah
cermin yang ada pada dinding kamarku. Ku pandang seseorang yang wajahnya sangat
kumal. Dipenuhi oleh air mata. Dan baru ku sadari ia adalah diriku.
“Aku harus kuat ! Putri, ini demi kamu, aku bakal tetep kuat !”
Setelah pulang
dari makam, aku memilih untuk membersihkan tubuhku lalu tidur. Aku tak
memikirkan apakah besok ada Ulangan atau tidak. Ada tugas atau tidak. Sudah
makan atau belum. Yang ku inginkan saat ini hanyalah tidur. Mungkin tidur dapat
melepas gundahku. Meski tidak banyak.
Ini adalah
kebiasaanku bersama Putri, yang tidak akan pernah bisa tidur sebelum
mendengarkan lagu melalui earphone. Kesamaan yang unik.
IPod ku begitu
canggih dapat mati dengan sendirinya. Jadi, aku tak perlu takut untuk
mendengarkan lagu sembari tiduran. Walaupun nantinya aku akan tertidur tak
apalah, toh nanti juga akan berhenti sendiri. Urusan battery aku tidak
memperdulikannya, keluargaku adalah keluarga yang masih digolongkan keluarga
mampu. Bukannya aku sombong, tapi inilah kenyataannya.
Ku mulai dari
lagu ‘Cinta dan Benci’, lagu itu merupakan salah satu lagu favoritku dengan Putri.
Lagu itu sangat menenangkan, maknanya dalam, dan pebawaannya juga bagus.
Tiba-tiba saja air mataku kembali keluar saat lagu itu ada pada reff yang
kedua. Aku teringat akan Putri.
Tiga puluh
menit sudah aku dengarkan lagu-lagu yang ada di IPodku hingga aku tertidur di
balik isakkanku.
Tiba-tiba saja
aku telah berada di sebuah taman yang belum pernah aku datangi. Taman itu
sangat indah, di penuhi oleh bunga-bunga. Harumnya pun semerbak, menjadikan
taman ini sangat wangi, bebas dari polusi, dan sangat bersih.
Tapi aku heran,
taman sebagus ini tidak ada yang mengunjungi. Bahkan hanya untuk, sekedar lewat
saja tidak ada. Jadi hanya aku sendiri di taman ini.
“Melly…” panggil seseorang.
Aku menoleh dan
mendapati sosok Putri. Ia terlihat memakai gaun putih, rambutnya indah
tergerai, wajahnya juga cantik berseri. Aku sangat senang, sangat bahagia.
Segera ku hampiri Putri dan memeluknya.
“Putri, aku seneng banget ketemu kamu !!”
“ia, Putri juga seneng bisa
ketemu Melly lagi,”
“sekarang kamu mau yah balik lagi, jangan pergi,”
“tapi Putri harus pergi Mel,”
“kalo gitu aku ikut yah ?”
“enggak boleh !”
“kenapa ?”
“pokokya enggak boleh ! Melly harus nunjukkin ke Putri kalo
Melly kuat. Melly harus kuat !,”
“tapi aku sayang banget sama
kamu Put,”
“Putri juga sayang sama Melly, Melly harus buktiin ke Putri
kalau Melly bisa jalanin hari-hari tanpa Putri,”
“enggak ! Putri tetep ada di hatiku !”
“bakal ada cinta yang akan muncul di hidup Melly sebentar lagi,
itu adalah cinta pertama Melly’”
“cinta ?”
“iya, yang nantinya cinta itu bisa ngilangin sedih Melly. Kalo
Melly seneng, Putri juga bakal ikut seneng,”
“Putri !!”
“iya, Putri pergi dulu ya ?”
Putri
memberikan pelukan kepadaku. Pelukkannya sangat erat. Aku tidak bisa
berkata-kata, aku hanya bisa menangis dan membasahi gaun pada bagian pundaknya.
Lalu, ia melepaskan pelukannya dan pergi menjauh. Aku melihat Putri berjalan
menuju titik yang sangat terang. Perlahan bayangan Putri pun menghilang. Aku
ingin menyusulnya tapi kaki ini sangat berat untuk melangkah.
“Putri !!” teriakku. Putri hanya tersenyum manis dan melambaikan
tangannya.
Sontak aku
terbangun dan aku sangat terkejut. Mungkinkah itu memang benar Putri yang ingin
pamit dahulu kepadaku ? Aku langsung menangis dan mengambil sebuah bingkai.
“Putri, aku sayang banget sama kamu. Semoga aku bisa ngelakuin
apa yang kamu bilang tadi.” ΓΏ
Komentar
Posting Komentar