KEMBALIKAN
Kamis sore, aku
bersama kakak ku Kemal memutuskan untuk pergi ke suatu tempat. Hari ini adalah
hari ulang tahun ku, ulang tahun yang ke-13. Mungkin aku masih terlalu kecil
untuk bermain dengan cinta, jadi hingga saat ini aku belum memiliki seorang
kekasih. Kata orang tua ku, aku tidak boleh pacaran dulu fokus pada sekolah saja.
Lagi pula aku memiliki seorang kakak laki-laki yang sangat sayang padaku dan
menjagaku dengan sepenuh hati.
“kak, sebenernya kita mau kemana sih ?” tanyaku yang sangat
penasaran.
“udah diam aja,” bentaknya, setelah dibentak aku terdiam.
Sekitar sepuluh
menit kemudian kami sampai di sebuah tempat yang penuh dengan makanan serta
banyak teman-teman ku. Ternyata kak Kemal menyiapkan sebuah kejutan dengan
mengundang teman-teman ku. Sungguh bahagianya aku hari ini.
“maafin kakak tadi udah bentak kamu yah ?” kak Kemal mengecup
dahiku.
“ah.. kak malu....”
Aku jalan-jalan
sendiri melihat-lihat tempat ini. Tempat ini sungguh indah. Pesta ulang tahun
ku berada di depan pemandangan yang sangat indah. Udaranya pun segar tak
seperti udara-udara panas dan kotornya kota. Aku menemukan sebuah bando putih,
lumayan bagus. Akhirnya aku ambil dan aku pakai. Aku pun kembali ke keramaian
itu. Namun sebelumnya, ada seseorang yang memerhatikan ku dari balik pohon. Dia
menggunakan gaun putih, umurnya kira-kira seperti kakak ku. Dia tersenyum pada
ku. Aku balas senyumnya, aku berpikir dia ingin memakan roti itu. Ku hampiri
dia dengan membawa satu piring kecil yang di atasnya terdapat kue. Namun,
wanita itu menghilang.
Sore begitu
cepat berlalu. Malam datang dengan membawa kedinginan dan kegelapan. Untungnya
bulan turut hadir dalam gelapnya malam. Pesta ulang tahun ku telah usai. Kini
waktunya aku dan kakak ku kembali ke rumah. Namun sebelumnya aku ingin berfoto
dengan kakak ku di belakang kado-kado.
“Mia.......”
Aku terkejut
mendengar ada orang yang memanggilku. Aku yakin di sini hanya tinggal aku dan
kakakku. Sedangkan yang memanggilku tadi adalah seorang wanita. Siapa dia ? Aku
seketika takut. Kemudian aku berlari mendekati kakak ku.
“kamu kenapa ?” tanya kak Kemal. Aku menggeleng dan mencoba
tenang. Mungkin aku salah dengar.
Hingga saat ini
aku masih sering mendengar ada orang yang memanggil-manggil namaku. Aku mencoba
untuk tidak memperdulikannya. Hingga suatu malam ada seorang wanita dibalik
jendelaku sedang duduk membelakangi ku dan dia menangis. Aku mengetuk kaca
jendela kamar ku berharap wanita itu menoleh. Ku ketuk jendela ku, namun ia
sama sekali tidak menoleh. Ku ketuk sekali lagi dengan keras.
“kak ! Kakak ngapain di situ,” tanya ku sembari mengetuk
jendela.
Lalu dia
menoleh. Aku menjerit melihatya. Dia menggunakan gaun yang lusuh, seperti
gaun-gaun tradisional orang Belanda. Wajahnya pucat penuh darah, matanya tajam
menatap ku dengan pupilnya yang kecil. Bibirnya robek dan dia tertawa. Dia
meletakkan tangannya di depan jendela ku dan dia berkata, “terug ! (kembalikan
!)” Kemudian menghilang, aku sangat takut. Kemudian aku melangkah kebelakang
dan berhenti. Aku merasakan ada sesuatu yang dingin. Aku mencoba untuk
membalikkan badan ku. Aku mencoba untuk melawan rasa takut ku. Ku buka mataku
dan....
“aaaaaaaaa” aku menjerit kembali.
Sosok wanita
itu berada di depan ku sekarang dan dia menggeram serta memandangku dengan
matanya yang melotot. Aku menangis dan tetap menjerit.
“kamu, pergi kamu !” kemudian aku membaca ayat kursi. Wanita
itu pergi.
Setelah ia
pergi, kakak ku baru muncul. Ia memeluk ku dan aku menangis di pelukkannya. Aku
hanya berkata, “aku takut kak.. aku takut..,”. kakak ku menanyakan aku kenapa,
tapi tak ku jawab aku hanya bilang jika aku takut. Kakak ku menunggu ku
tertidur.
Ke esokkan
paginya aku menemui teman ku, Tasya. Ia punya keistimewaan. Ia bisa merasakan
ada hawa-hawa dingin yang datang. Ia bisa melihat arwah dan berbicara
dengannya. Semoga dengan adanya Tasya, semua masalah bisa terselesaikan.
“tasya, kamu bisa rasain enggak ?” tanya ku.
“iya, bawa aku ke kamarmu,”
“tutup dan kamu di luar saja,” lanjutnya.
Setelah
menunggu agak lama akhirnya tasya keluar. Dengan wajah tenangnya dia
menceritakan semuanya.
“apa kamu nemu bando warna putih ?” tanya Tasya.
“iya, waktu itu aku jalan-jalan terus nemu barang itu,”
“itu dia masalahnya Mia. Dia mau kamu mengembalikan bandonya,”
“tapi, kemana ?”
“ke tempat kamu menemukannya,”
Setelah Tasya
memberitahukan ku tempat di mana aku harus mengembalikan bando itu, sosok
wanita itu berdiri di balik Tasya. Dia melirik ku dengan tajam. Kaki ku lemas
tak bisa digerakkan. Tasya yang mengetahui ada sosok yang menakuti ku pun
berkata, ”tolong jangan ganggu Mia dulu,”. Sosok itu pun pergi.
Aku mencari
bando itu bersama Tasya, namun tak ada. Setiap penjuru rumah telah aku cari.
Kemana sebenarnya bando itu ? Aku tak ingin selamanya diteror seperti ini.
Batin ku tersiksa, aku takut.
Keesokkan
paginya, aku tak bisa bangun. Terdapat bekas luka berwarna biru di tubuh ku.
Badan ku panas dan mengigau mengucapkan bando secara berulang. Kakak ku
khawatir dengan keadaan ku. Dia mengerti jika ini bukan sakit biasa, dia tahu
aku sedang diganggu. Akhirnya dia memanggil Tasya. Alasan dia memanggil Tasya
bukan karena dia tahu jika Tasya memiliki kemampuan melihat arwah, tetapi karena
hanya Tasya yang terakhir kali bersama ku. Tasya datang.
Dia menerawang
ku dengan telapak tangan yang di ayunkan di atas tubuh ku. Dia berhenti seperti
merasakan sesuatu. Kemudian ia memegang tangan ku. Dia mendapat sebuah
gambaran. Kala itu, aku mencoba mencari kembali bandonya. Saat aku mencarinya,
sosok wanita itu hadir dan membuat ku menyandung kaki meja alhasil aku
terjatuh. Sosok itu sekarang menempel di tubuh ku.
Tasya
menceritakan semua yang terjadi pada ku kepada Kak Kemal. Kak Kemal menganga
tidak percaya. Dia ternyata tau dimana bando itu. Dia melihat ku menjatuh kan
bando itu di mobil.
“sekarang bawa aku ke tempat pesta ulang tahun itu,” perintah
Tasya.
Tasya membawa
bando itu dan mereka berdua pergi meninggalkan ku sendiri di kamar. Aku tidak
bisa bangun karena aku sekarang berada di alam lain. Aku di kejar kejar oleh
sosok wanita itu. Aku sangat takut. Benar-benar takut. Saat aku beristirahat di
bawah pohon, aku mendengar ada orang yang berbicara dibalik pohon. Aku tahu,
pasti wanita itu lagi. Aku menyerah, aku lelah. Wanita itu mendekati ku dan
mendekatkan tangannya perlahan ke leher ku. Aku tahu apa yang akan dia lakukan.
Di saat yang
bersamaan Tasya dan Kak Kemal telah sampai di lokasi. Tasya segera mencari di
mana tempat saat aku menamukan bandonya. Dengan indra keenamnya ia tahu dimana
aku menemukan bando itu, di bawah pohon. Pohon dimana pertama kali aku melihat
sosok itu dan pohon yang ku gunakan untuk beristirahat di alam mimpi ku
sekarang.
“Eline Myrthe ! Tolong pergi lah dengan tenang dan jangan
ganggu Mia lagi !” Tasya memulainya.
Tiba-tiba angin
bertiup dengan kencang. Dan Eline muncul dari balik pohon. Wajahnya amat seram
dan terlihat seperti sedang marah. Di saat yang bersamaan, kini aku sedang
pasrah wanita itu mencekik ku.
“ini bando mu ! Dan pergi lah ! Jangan ganggu Mia !”
Angin kencang
itu lenyap dan wanita yang mencekik ku hilang. Aku kemudian terbangun. Aku
masih saja ketakutan. Tak lama kemudian Tasya dan Kak Kemal datang. Aku
langsung memeluk kak Kemal.
“Mia, tenang aja. Semua masalah sudah hilang. Sosok wanita itu
tidak akan lagi mengganggu kamu,” ucap Tasya menenangkan ku.
“tapi, kok bisa sih bandonya ada di situ ?” tanya kak Kemal
heran.
“jadi gini, tahun 1890 ada seorang wanita bangsawan cantik
dari Negara Belanda. Dia jatuh cinta pada seorang pemuda pribumi yang rakyat
biasa. Orang tuanya tidak setuju. Kemudian pemuda yang dicintai oleh Eline
Myrthe di.......”
“tunggu ! siapa itu Eline Myrthe ?” potong ku.
“nama wanita itu,” jawab Tasya.
“pemuda itu dibunuh oleh orang suruhan ayahnya. Kemudian Eline
Myrthe mengetahuinya dan ia berlari, ia terjatuh di tempat pohon itu tumbuh.
Dahulu pohon itu belum ada. Kemudian bando yang di kenakannya terlepas dan ia
belum sempat mengambilnya. Bando itu merupakan pemberian dari pemuda yang ia
cintai. Ia terus berlari dan akhirnya ia meninggal karena kepalanya terbentur
batu yang besar saat ia berlari.” Lanjut Tasya.
“ia menjadi arwah, ia mencari bando itu namun tidak ia
temukan. Dia malah sangat berterima kasih kamu menemukannya, tapi dia tidak
suka jika bando itu menjadi milik mu. Dia tersenyum pada mu berharap bando itu
kamu kembalikan, tapi kamu malah ngasih dia roti. Jadinya dia marah,” ujar
Tasya.
“oh, jadi gitu. Makasih yah Tasya,” ucapku.
Tasya pulang
dan kak Kemal ke kamarnya. Kini aku sudah tenang. Ternyata itu masalahnya. Jika
aku tahu dari awal pasti aku akan mengembalikan bandonya. Rasanya aku ingin
melihat foto-foto saat aku ulang tahun. Betapa terkejutnya aku saat melihat
foto ku yang sedang berada di belakang kado-kado. Aku ingat sekati pada saat
itu bandonya masih aku pakai. Namun, di foto ini bando itu tidak ada di kepalaku.
Setelah aku melihat-lihat foto, tiba-tiba
ada seorang wanita berdiri di depan ranjang tidurku. Aku yakin dia pasti Eline
Myrthe. Dia sangat cantik dan anggun. Dia tersenyum padaku.
“Dank je je moet mijn hoofdbanden herstellen. Sorry als ik je
bang gemaakt hebben. Ik beloof dat ik je niet meer bang te maken. Mia, afscheid
(terima kasih kamu telah mengembalikan bandoku. Maaf jika aku telah menakutimu.
Aku janji tidak akn menakutimu lagi. Selamat tinggal, Mia)” ucapnya. Kemudian
ia menghilang.
Komentar
Posting Komentar